[Resensi “Cinder: The Lunar Chronicles”] Putri Dongeng dalam Konflik Masa Depan




[BLURB]
Wabah baru tiba-tiba muncul dan mengecam populasi penduduk Bumi yang dipenuhi oleh manusia, cyborg, dan android. Sementara itu, di luar angkasa, orang-orang Bulan mengamati mereka, menunggu waktu yang tepat untuk menyerang.
Cinder—seorang cyborg—adalah mekanik ternama di New Beijing. Gadis itu memiliki masa lalu yang misterius, diangkat anak dan tinggal bersama ibu dan dua orang saudari tirinya. Suatu saat, dia bertemu dengan Pangeran Kai yang tampan. Dia tidak mengira bahwa pertemuannya dengan sang Pangeran akan membawanya terjebak dalam perseteruan antara Bumi dan Bulan. Dapatkah Cinder menyelamatkan sang Pangeran dan Bumi?
--------
Judul            : Cinder: The Lunar Chronicles
Penulis         : Marissa Meyer
Penerjemah   : Yudith Listiandri
Penerbit       : Spring (Grup Penerbit Haru)
Cetakan        : I/Januari 2016
Ukuran         : 19,7 x 13,7 cm
Tebal            : 384 halaman
Kertas          : Bookpaper, Soft cover
ISBN            : 978-602-715-054-6
Harga           : Rp 79.000

Pertama kali melihat kover dan membaca blurb novel ini, saya menebak bahwa Cinder mengadaptasi kisah Cinderella. Dan tebakan itu semakin nyata ketika membaca biodata Marissa Meyer dalam buku ini. Ia seorang author fanfiksi! Bagi saya, fanfiksi selalu identik dengan kreatifitas yang mengagumkan. Mengubah suatu cerita yang sudah ada menjadi kisah baru, yang tidak meninggalkan kesan cerita aslinya.
Seperti kita tahu, Cinderella adalah seorang gadis cantik yang sayangnya bernasib tidak baik. Ia diasuh oleh ibu tirinya yang kejam. Setiap hari Cinderella mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga seperti menyapu, mengepel, mencuci, dan sebagainya. Sosok Cinderella dalam novel Cinder ini pun tidak jauh berbeda nasibnya dengan Cinderella dalam kisah canon. Namun bedanya, nama Cinderella diubah menjadi Linh Cinder. Mungkin tujuan penulis membuang “ella” agar tokoh yang ia kreasikan itu meninggalkan kesan anggun yang biasa melekat pada tokoh Cinderella. Dan benar saja, Cinder(ella) dalam novel ini adalah seorang mekanik! Dengan tubuh dan penampilan yang sangat jauh dari kata “anggun”.
“Meskipun tubuh Cinder adalah tubuh seorang wanita, keindahannya telah hancur oleh apa pun yang dilakukan ahli bedah kepadanya, meninggalkannya dengan sosok tubuh yang lurus seperti tongkat. Terlalu kurus. Terlalu kelelaki-lakian. Terlalu kaku dengan tungkai palsunya yang berat.” (hlm. 37-38)
“..., dan akhirnya mengakui kehadiran Cinder dengan mencuri pandang ke arah sepatu bot dan celana kargo kotor gadis itu.” (hlm. 27)
Bahkan nama “Linh Cinder” pun tidak anggun. Sampai-sampai ia dikira laki-laki.
“Aku sedang mencari Linh Cinder”. kata Pangeran. “Apakah pria itu ada?” (hlm. 12)
Linh Cinder sebenarnya telah menikmati kehidupannya di bengkel reparasi miliknya di sekitar pasar kota New Beijing. Di sana ia dapat terbebas sejenak dari kesewenang wenangan Adri, ibu tirinya. Karena itu juga, ia dapat membeli kaki pengganti untuk kaki kirinya yang telah usang dan kekecilan tanpa diketahui Adri. Iya, Cinder dalam novel ini adalah seorang cyborg. Manusia dengan bagian-bagian tubuh tertentu berupa mesin. Kaki dan tangan Cinder adalah contoh bagian yang terbuat dari metal. Namun karena keistimewaan itulah, Cinder menjadi mekanik terbaik di New Beijing.
Cinder semakin menikmati profesinya sebagai mekanik ketika Pangeran Kai, putra mahkota di Persemakmuran Timur itu berkunjung ke bengkelnya untuk meminta Cinder memperbaiki robot android miliknya. Android itu sangat penting. Rahasia di dalamnya dapat menjadi penyelamat bagi kerajaan, bahakan bagi bumi. Pertemuan itu ia harapkan menjadi pembuka bagi pertemuan-pertemuan berikutnya.
Tapi sepertinya harapan Cinder harus ditelannya lebih dalam. Kejadian di pasar hari itu akan mengubah kehidupannya ke depan. Penyakit Letumosis menjangkiti orang-orang yang ia kenal. Awalnya Chang Sacha, teman sesama pemilik kedai di pasar kota New Beijing, kemudian Peony, saudari tirinya. Cinderlah yang Adri dan Pearl—kakak Peony salahkan atas kejadian Peony. Ia dianggap menularkan penyakit itu pada Peony. Maka dengan senang hati, Adri, sebagai wali dari Cinder, merelakan Cinder untuk menjadi kelinci percobaan dalam penelitian Letumosis.
Di istana, Cinder ditangani oleh Dokter Erland. Lelaki itu menyuntikkan virus Letumosis ke tubuh Cinder. Tak dinyana, virus itu lenyap. Tubuh Cinder kebal. (bab 9) Kekebalan itu hanya bisa berarti satu hal. Cinder bukan berasal dari bumi. Dan setelah Dokter Erland melakukan penelitian terhadapnya, barulah diketahui identitas Cinder yang sebenarnya. Fakta itu begitu mengejutkan, sehingga Dokter Erland sendiri harus bersusah payah meyakinkan Cinder.
Pada waktu yang sama, penguasa Bulan bernama Ratu Levana datang ke bumi. Ia hendak menjalin kerjasama dengan bumi melalui pernikahan dengan Pangeran Kai. Saat itu pula Dokter Erland meminta Cinder agar menjauh dari Ratu Levana, demi keselamatan Cinder sendiri. Tapi, sesuatu yang Cinder ketahui tentang rencana busuk Levana mengharuskan ia menemui Pangeran Kai. Jika ia gagal memberi tahu Kai, nyawa seluruh penduduk bumi terancam. Namun jika ia nekat mendekati calon kaisar itu pada saat pesta dansa di istana, Levana akan melihatnya, dan itu mengancam nyawanya sendiri. Akan tetapi keputusan Cinder telah bulat. Kai harus tahu kebusukan Levana. Maka di sanalah semua dipertaruhkan.
Jika diperhatikan setting, konflik, dan penggunaan nama-nama benda dalam novel ini, Cinder merupakan novel bergenre Sci-fi (Science Fiction), Fiksi Ilmiah. Lebih khusus, novel ini bergenre Dystopia. Artinya, seting waktu novel ini adalah masa depan. Banyaknya istilah-istilah baru, benda-benda fiktif, inovasi-inovasi dalam banyak hal yang ada dalam novel ini semakin menegaskan bagaimana masa depan itu. Sangat nyata. Begitu logis Marissa Meyer mengimajinasikannya.
Akan tetapi ada satu hal yang tidak saya mengerti. Penggambaran kota New Beijing sejak awal begitu mengagumkan. Gedung-gedung menjulang tinggi. Setiap dinding gedung dipasangi netscreen (sejenis televisi). Banyak hover (mobil terbang) melayang di sekitar gedung-gedung itu. Dalam bayangan saya, tempat itu sempurna. Akan tetapi, pada bagian lain penulis menggambarkan sebaliknya.
“Cinder terkejut mendapati betapa banyaknya sampah dan puing-puing berserakan di jalan sejak hover tidak lagi memerlukan jalan terbuka.” (hlm. 318)
Kalimat di atas berlawanan dengan keadaan yang digambarkan sebelumnya. Jika jalanan dipenuhi sampah dan puing-puing, bagaimana penduduk New Beijing dapat nyaman dengan keadaan yang demikian? Dan bagaimana mereka yang berjalan kaki? Meskipun ada trotoar, selebar apa bahu jalan itu dibandingkan badan jalan? Jika keadaan sepanjang jalan di New Beijing seperti itu, kota itu lebih layak disebut tempat sampah daripada kota kerajaan. See?
Lalu mari beralih pada substansi novel pertama seri The Lunar Chronicles ini. Cinder terdiri atas empat bagian yang disebut “Buku Satu”, Buku Dua”, dan seterusnya. Masing-masing bagian terbagi menjadi beberapa bab. Jumlah keseluruhan bab ada 37. Pada setiap penanda keempat bagian itu, penulis menyertakan penggalan inti dongeng Cinderella sebagai inti dari bagian yang akan diceritakannya. Dan asumsi saya, dengan menuliskan penggalan kisah itu, penulis ingin cerita yang dikarangnya tidak keluar dari koridor kisah asli Cinderella. Penulis masih ingin mempersembahkan novel tersebut sebagai sebuah fanfiksi. Bukan novel pada umumnya.
Satu yang berbeda dari buku ini dengan buku-buku lain yang pernah saya baca, adalah penempatan “ucapan terima kasih” penulis yang diletakkan di akhir novel. Bukankah bagian itu seharusnya ada di awal?
Lanjut dari segi penerjemahannya, setiap kalimat dalam novel ini mudah dimengerti. Akan tetapi ada satu kata, yang menurut saya itu salah, namun diulang-ulang. Entah apakah penerjemah maupun editor menganggap itu benar, tapi menurut saya itu aneh. Kata itu adalah “memelesat”. Menurut KBBI, kata dasarnya adalah “lesat”. Jika ditambah imbuhan –me seharusnya menjadi “melesat”. Jika saja kata “memelesat” itu hanya muncul satu kali, bisa jadi itu salah ketik. Tapi kata itu selalu digunakan untuk kata kerja yang seharusnya ditulis “melesat”. Saya butuh jawaban untuk ini. Mungkin saja saya yang ketinggalan zaman. Semoga editor maupun penerjemah membaca resensi ini. ^_^
Terakhir, tiada yang paling saya inginkan selain menuntaskan seri novel The Lunar Chronicles sampai buku yang terakhir. Novel Cinder ini keren. Terima kasih Penerbit Spring untuk hadiah Novel Cinder: The Lunar Chronicles ini. Saya selalu suka membayangkan suatu tempat yang belum pernah ada sebelumnya. Cinder memenuhi otak saya dengan imajinasi. Ditambah lagi iming-iming cuplikan novel Scarlet di akhir buku ini. Ah, saya tidak sabar menunggu Spring menerbitkan novel-novel Marissa Meyer selanjutnya.
Quotes bagus yang saya temukan di novel ini:



Yang satu ini untuk pemerintah, atau pihak mana pun yang melegalkan pembangunan secara menggila di beberapa wilayah.

 Selamat membaca ^_^

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

2 komentar

komentar
11 April 2016 pukul 05.19 delete

Wah resensinya keren, pantesa suka meneng kalau lomba resensi ^_^

Reply
avatar
12 April 2016 pukul 04.50 delete

Tapi nggak pernah berhasil dimuat di media, nggak kayak mbak Ratna. Salut dah sama Mbak Ratna... ^^

Reply
avatar

Jangan lupa tinggalkan komentar kalian, ya.
Terima kasih banyak untuk kunjungannya. :-)